Menurut
ahmad syafi’i ma’arif, demokrasi bukanlah sebuah wacana, pola pikir
atau perilaku politik yang dapat dibangun sekali jadi, bukan pula barang
instant, menurutnya, demokrasi adalah proses dimana masyarakat dan
negara berperan didalamnya untuk membangun kultur dan sistem kehidupan
yang dapat menciptakan kesejahteraan, menegakkan keadilan baik secara
sosial, ekonomi maupun politik. Dari sudut pandang in, demokrasi dapat
tercipta bila masyarakat dan pemerintah bersama-sama membangun kesadara
akan pentingnya demokrasi dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Proses demokratisasi di indonesia masih membutuhkan topangan budaya demokrasi yang genuine.
Tanpa dukungan budaya demokrasi, proses transisi demokrasi masih rentan
terhadap berbagai ancamanbudaya dan prilakutidak demokratis warisan
masa lalu, seperti prilaku anarkis dalam menyuarakan pendapat, politik
uang (money politicis). Pengarahan massa untuk tujuan politik, dan
penggunaan symbol-simbol primordial (suku dan agama) dalam berpolitik.Sejak timbulnya gerakan reformasi dan demokratisaasi di indonesia pada akhir dasawarsa 1990-an yang ternyata telah berhasil mengakhiri secara formal tatanan dan instrumentasi demokrasi semu di era orde baru, dan secara perlahan menapaki era baru orde reformasi, mulai berkembang pemikiran perlunya merekonseptualisasi dan meresponsisi pendidikan kewarganegaraan dalam konteks pendidikan demokrasi dalam arti mendasar. Dan sesuai dengan undang undang no. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional didalam kurikulum pendidikan tinggi telah ditetapkan adanya mata kuliah pendidikan kewarganegaraan(kewiraan) sebagai salah satu komponen dari kelompok mata kuliah umum. Sampai saat ini secara umum mata kuliah ini mencakup materi pendidikan kewarganegaraan dengan tujuan untuk mengembangkan mahasiswa agar mampu berperan aktif sebagai warga negara dalam kontek bela negara. Hal ini dapat dipahami karena memang pada awalnya, yakni sebelum ada undang-undang no. 2 tahun 1989itu, mata kuliah ini lebih dikenal sebagai mata kuliah kewiraan. Dan kini telah menjadi pendidikan kewarganegaraan yang bertujuan dari jalur pendidikan formal akan menjadi warga negara yang memiliki berbagai kemampuan untuk melakukan perubahan dalam masyarakat dan menjadi agent perubahan bagi masyarakatnya serta mampu melakukan proses pembelajaran diri, proses pengewanjatahan nilai-nilai dan pengalihan prinsip-prinsip dalam kehidupan nyata.
Penggunaan pendidikan kewarganegaraan tidak lepas dari realitas empiris bangsa indonesia saat ini yang masih awam tentang demokrasi. Dengan kata lain, pendidikan kewarganegaraan (civic education) adalah suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substantif dari komponen civic education diatas melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif, dan humanis dalam lingkungan yang demokratis.
Menuju tataan demokrasi keadaban yang lebih genuine dan otentik bukanlah hal yang mudah dan instant sebaliknya membutuhkan proses pengenalan, pembelajaran dan pengamalan (learning by doing) serta pendalaman (deepening) demokrasi. Proses panjang ini tidak lain dilakukan dalam rangka pengembangan budaya demokratis (democratic cultur).
Perilaku budaya demokrasi harus
terus dikembangkan dalam kehidupan demokrasi, baik dalam suprastruktur maupun
infrastruktur. Perilaku budaya demokrasi yang dikembangkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan menghasilkan demokrasi yang
berbudaya dan peradaban. Kondisi demikian merupakan iklim yang cukup mendukung
terwujudnya masyarakat madani.
Untuk membentuk suatu negara
yang demokratis, maka negara tersebut harus melaksanakan prinsip demokrasi yang
didukung oleh warga negara. Prinsip demokrasi adalah perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai
demokrasi. Nilai-nilai demokrasi tersebut antara lain : adil,
terbuka, menghargai, mengakui perbedaan, anti kekerasan, damai, tanggung jawab
,dan kerja sama.
Sistem
politik demokrasi yang berlaku di Indonesia adalah Sistem Politik Demokrasi
Pancasila. Budaya demokrasi Pancasila merupakan paham demokrasi yang berpedoman
pada asas kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanaan yang Maha Esa, berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan bersama sama menjiwai keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keinginan rakyat dapat tersalurkan baik
dalam lembaga suprastruktur politik (lembaga negara), maupun dalam
infrastruktur politik (partai politik, organisasi massa, dan media politik
lainnya).
Membiasakan
diri melaksanakan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan
di lingkungan keluarga ,maupun lingkungan sekolah, di organisasi masyarakat
(ormas) dan partai politik (parpol), serta di DPR sebagai lembaga pembuat
Undang-Undang.
Sebagai output dari pendidikan
yang demokratis, kedewasaan warga negara dalam berdemokrasi di Barat bisa
menjadi referensi adanya keterkaitan antara sikap-sikap demokratis warga negara
dan program pendidikan demokrasi, populer dengan sebutan civic education
(pendidikan kewarganegaraan), yang ditempuh melalui jalur pendidikan formal.
Bagi negara yang tengah bertransisi
menuju demokrasi, seperti Indonesia, pendidikan kewarganegaraan yang mampu
memperkuat barisan masyarakat sipil yang beradab dan demokratis amat penting
diakukan.
Kesimpulan :
Tujuan
dari pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya adalah bagaimana
menjadikan warga negara yang cerdas dan baik serta mampu mendukung
keberlangsungan bangsa dan negara.
Penggunaan
pendidikan kewarganegaraan tidak lepas dari realitas empiris bangsa
indonesia saat ini yang masih awam tentang demokrasi .pendidikan
kewarganegaraan.
Pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air Pendidikan
kewarganegaraan dijadikan sebagai wadah dan instrument untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional yaitu perkembangan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
0 comments:
Post a Comment