Koperasi merupakan badan usaha bersama yang bertumpu
pada prinsip ekonomi kerakyatan yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh koperasi seperti efisiensi biaya serta
dari peningkatan economies of scale jelas menjadikan koperasi sebagai sebuah
bentuk badan usaha yang sangat prospekrif di Indonesia. Namun, sebuah fenomena
yang cukup dilematis ketika ternyata koperasi dengan berbagai kelebihannya
ternyata sangat sulit berkembang di Indonesia. Koperasi bagaikan mati suri
dalam 15 tahun terakhir. Koperasi Indonesia yang berjalan di tempat atau justru
malah mengalami kemunduran.
Koperasi
di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Saat ini
pertanyaannya adalah “Mengapa Koperasi sulit berkembang?” Padahal, upaya
pemerintah untuk memberdayakan Koperasi seolah tidak pernah habis.
1. Kurangnya Partisipasi Anggota
Bagaimana mereka bisa berpartisipasi lebih kalau
mengerti saja tidak mengenai apa itu koperasi. Hasilnya anggota koperasi tidak
menunjukkan partisipasinya baik itu kontributif maupun insentif terhadap
kegiatan koperasi sendiri. Kurangnya pendidikan serta pelatihan yang diberikan
oleh pengurus kepada para anggota koperasi ditengarai menjadi faktor utamanya,
karena para pengurus beranggapan hal tersebut tidak akan menghasilkan manfaat
bagi diri mereka pribadi. Kegiatan koperasi yang tidak berkembang membuat
sumber modal menjadi terbatas. Terbatasnya usaha ini akibat kurangnya dukungan
serta kontribusi dari para anggotanya untuk berpartisipasi membuat koperasi
seperti stagnan. Oleh karena itu, semua masalah berpangkal pada partisipasi
anggota dalam mendukung terbentuknya koperasi yang tangguh, dan memberikan
manfaat bagi seluruh anggotanya, serta masyarakat sekitar.
2. Sosialisasi Koperasi
Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini
disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota
hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa,
baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi
dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem
kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga
berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi
kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan
seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus,
karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri
terhadap pengurus.
3. Manajemen
Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi
strategik dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu
menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk
memanfaatkan peluang usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih
pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang
dengan baik.
Ketidak profesionalan manajemen koperasi banyak
terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat
pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di
daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang
profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya
manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat
bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak
mengucur.
4. Permodalan
Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali
dengan kondisi modal keuangan badan usaha tersebut. Kendala modal itu bisa jadi
karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya
terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi untuk keluar
dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan structural, maksudnya
dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya
permodalan.
Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan
Perdagangan Sulawesi Tengah Muhammad Hajir Hadde, SE. MM menyebutkan salah satu
hambatan yang dihadapi selama ini diantaranya manajemen dan modal usaha.
Hal itu dikatakannya dihadapan peserta Diklat Koperasi Simpan Pinjam KSP
dan Unit Simpan Pinjam USP yang saat ini sedang berlangsung di Palu.
Untuk mengantisipasi berbagai hambatan dimaksud khususnya manajemen Dinas
Kumperindag selaku leading sector terus berupaya mengatasinya melalui
pendidikan dan pelatihan serta pemberian modal usaha.
5. Sumber Daya Manusia
Banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi
kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka
koperasi berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan sesuai
dengan kaidah sebagimana usaha lainnya.
Dari sisi keanggotaan, sering kali pendirian koperasi
itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya
pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas. Pengurus
yang dipilih dalam rapat anggota seringkali dipilih berdasarkan status sosial
dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan
dengan kurang adanya control yang ketat dari para anggotanya.
Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali
diambil dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola yang
diambil bukan dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan
dalam wirausaha.
6. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari
atas (bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di
indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan
pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri,
koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu
memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu
sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di
Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus
mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat
dan tujuan dari koperasi.
7. Pemanjaan Koperasi
Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga
menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak
dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan
tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi
bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya
menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah
bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena
terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan
dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang
tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih
profesional, mandiri dan mampu bersaing.
8. Demokrasi ekonomi yang kurang
Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini
dapat diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan
keleluasaan dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya
dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi
sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa –
jasa yang diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa ayang kita
piirkan. Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim,
dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat
dalam memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui
persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi
diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya
secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.
0 comments:
Post a Comment