Peranan Etika Bisnis Dalam Bidang
Pemasaran, Keuangan dan Teknologi Di Era Globalisasi
Perkembangan jaman yang semakin maju menjadikan laju
pertumbuhan perekonomian dunia semakin cepat dan dengan
diberlakukannya sistem perdagangan bebas membuat batas kita dan batas
dunia semakin "kabur" (borderless world).
Hal ini jelas mendorong semua kegiatan saling berpacu
satu dengan yang lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) yang dapat
menghasilkan keuntungan (profit). Hal tersebut kadang kala memaksa orang
atau institusi untuk menghalalkan segala cara tanpa mengindahkan bahwa
akan ada pihak yang dirugikan .
Perusahaan tidak saja telah menjadi institusi ekonomi yang kian
penting dan strategis, tetapi juga telah menjadi suatu kekuatan besar untuk
perubahan sosial. Perusahaan telah menjadi alat yang dominan untuk
mentransformasikan iptek menjadi barang dan jasa yang berdaya guna secara
ekonomis dan dalam perjalanan selanjutnya telah membuat terjadinya suatu
perubahan sosial yang sangat luar biasa .Pada saat yang bersamaan harapan
masyarakat terhadap peran perusahaan kian meluas , Fremon E. Kast menggambarkan
dengan tiga lingkaran konsentrik tanggung jawab, yaitu :
1.
lingkaran dalam yang
meliputi tanggung jawab dasar, yakni fungsi ekonomi berbasis
efisiensi.
2.
lingkaran tengah
yang mencakup tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi
dengan kesadaran yang lebih dalam terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial
yang dinamis, seperti upaya pelestarian lingkungan, memanusiakan tempat kerja,
memperlakukan pelanggan sebaik mungkin.
3.
lingkaran luar yang
menggambarkan tanggung jawab baru, yakni kepedulian yang lebih dalam terhadap
peningkatan kualitas lingkungan sosial, seperti peduli terhadap pengangguran,
kemiskinan, dan penderitaan anggota masyarakat.
A.
Pengertian
Etika Bisnis
Etika bisnis adalah acuan bagi
perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinterkasi dengan
pemangku kepentingan (stakeholders). Etika bisnis adalah studi yang dikhususkan
mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar
moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku
bisnis (Velasquez, 2005). Etika bisnis dapat diartikan lebih luas dari
ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan bisa merupakan standar yang
lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam
kegiatan bisnis seringkali kita temukan transaksi dan kegiatan yang tidak
diatur oleh ketentuan hukum.
Tidak dipungkiri,
tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan
balasan dari konsumen dan masyarakat sehingga akan kontra produktif, misalnya
melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain
sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai
perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai etika bisnis,
pada umumnya termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang
tinggi pula, terutama apabila perusahaaan tidak mentolerir tindakan yang tidak
etis. Misalnya diskriminsi dalam sistem jenjang karier.
Sikap
Bisnis Ditunjukan Dalam Hal
-
Intergrity : Bertindak jujur &
benar
-
Manner : Tidak Egois
-
Personality : Kepribadian
-
Aparance : Penampilan
-Consideration :
Memahami sudut pandang lain dalam berfikir selama berbicara.
Faktor-faktor yang Mendorong
Timbulnya Masalah Etika Bisnis
1. Mengejar keuntungan
dan kepentingan pribadi
2. Tekanan persaingan
terhadap laba perusahaan
3. Pertentangan antara
nilai-nilai perusahaan dengan perorangan
d)Selalu berpedoman
pada prinsip2 kejujuran.
e) Tidak mengecewakan
konsumen.
B. Etika Bisnis pada Berbagai Fungsi
Perusahaan
Permasalahan etika bisnis yang terjadi di perusahaan
bervariasi antara fungsi perusahaan yang satu dan fungsi perusahaan lainnya.
Hal ini terjadi karena operasi perusahaan sangat terspesialisasi dalam berbagai
bidang profesi, sehingga setiap fungsi perusahaan cenderung memiliki masalah
etika tersendiri. Berikut ini akan dibahas berbagai permasalahan etika bisnis
yang terjadi di beberapa bidang fungsi perusahaan, yaitu: etika bisnis di bidang
pemasaran (marketing ethics), keuangan (finance ethics), dan
teknologi informasi (information technology ethics).
v Etika Bisnis Dibidang Pemasaran
Dalam setiap produk harus dilakukan
promosi untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa agar mudah dan
cepat dikenali oleh masyarakat dengan harapan kenaikan pada tingkat
pemasarannya.
Promosi
sangat diperlukan untuk dapat membuat barang yang produksi menjadi diketahui
oleh publik dalam berpromosi diperlukan etika-etika yang mengatur bagaimana
cara berpromosi yang baik dan benar serta tidak melanggar peraturan yang
berlaku, etika ini juga diperlukan agar dalam berpromosi tidak ada pihak-pihak
yang dirugikan oleh tekhnik promosi.
Cara
- Cara Melakukan Promosi Dengan Etika Bisnis dalam menciptakan etika bisnis,
Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
1.
Pengendalian Diri Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun.
2.
Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility) Pelaku bisnis disini
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
"uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi.
3.
Mempertahankan Jati Diri Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah
salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
4.
Menciptakan Persaingan yang Sehat Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk
meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan
yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku
bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya
perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan
sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan
yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.
Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan" Dunia bisnis seharusnya
tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan
bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6.
Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak
akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala
bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang
mencemarkan nama bangsa dan Negara.
7.
Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak
wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa
dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi"
serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan
memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi"
kepada pihak yang terkait.
8.
Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha Untuk menciptakan
kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya (trust)
antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah
besar dan mapan.
9.
Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama Semua konsep etika bisnis
yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak
mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua
ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha
sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan"
demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan
"gugur" satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakatan Memelihara kesepakatan
atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
11. Menuangkan
ke dalam Hukum Positif perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu
hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk
menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi"
terhadap pengusaha lemah.
Menurut Post et.al., (2002; 104)
setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan untuk menjalankan
bisnisnya secara etis.
1.
Meningkatnya harapan publik agar
perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis. Perusahaan yang tidak berhasil
dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritik, bahkan
hukuman. Sebagai contoh, Kongres Amerika Serikat memberlakukan Public Company
Accounting Reform and Investor Protection Act, atau yang dikenal dengan
Sarbane-Oxley (Baron, 2006: 678-679), setelah Kongres menemukan berbagai
kelemahan tata kelola perusahaan yang terjadi di Enron dan Worldcom. Manipulasi
keuangan yang dilakukan oleh Enron, tidak terlepas dari peran oknum-oknum
Arthur Andersen yang bersama-sama dengan CEO Perusahaan Enron secara sengaja
menyembunyikan fakta-fakta keuangan.
Belajar dari
kasus ini, kongres menerapkan Sarbanes Oxley Act di mana undang-undang baru ini
menutupi berbagai celah hukum, misalnya dengan melarang akuntan publik yang
sedang mengaudit perusahaan melaksanakan kegiatan konsultasi bagi perusahaan
yang sama. Undang-undang juga menetapkan berdirinya sebuah lembaga independen
yang diberi nama Public Company Accounting Oversight Board yang mengawasi
kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan akuntan.
2. Penerapan
etika bisnis mencegah agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang
membahayakan stakeholders lainnya. Sebagai contoh, Pengelolaan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah secara tidak profesional yang dilakukan oleh PD
Kebersihan Kota Bandung di wilayah Leuwi Gajah Kabupaten Bandung telah
mengakibatkan bencana longsornya sampah dengan volume sekitar 20juta meter
kubik yang menimpa perumahan penduduk di sekitarnya sehingga 112 orang
meninggal dunia dan kerugian material masyarakat sekitar tempat pembuangan
sampah diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
3. Penerapan
etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sebagai
contoh, sebuah studi yang dilakukan DePaul University (Post et.al., 2002: 105)
menunjukkan bahwa “terdapat hubungan statistik yang signifikan antara
pengendalian perusahaan yang menekankan pada penerapan etika dan perilaku
bertanggung jawab di satu sisi dengan kinerja keuangan yang baik di sisi lain”.
Dalam kasus lain, penerapan etika bisnis di perusahaan terhadap para manajer
dan karyawan perusahaan berupa larangan minum alkohol bagi para pegawai, telah
menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan produktivitas kerja.
4. Penerapan
etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat
meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan
hubungan bisnis. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan di antara
pihak-pihak yang terlibat hubungan bisnis terhadap pihak lainnya. Sebaliknya
apabila salah satu pihak tidak dapat dipercaya, maka pihak yang tidak dapat
dipercaya ini akan diabaikan oleh mitra bisnisnya bahkan oleh komunitas bisnis
secara umum.
5. Penerapan
etika bisnis agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan
karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. Sebagai contoh, kejahatan
pencurian uang perusahaan yang dilakukan pemilik dan pimpinan perusahaan
merupakan faktor penyebab utama kebangkrutan perusahaan dibanding faktor-faktor
lainnya. Demikian pula kegiatan damping yang dilakukan pesaing luar negeri
merupakan perilaku tidak etis yang dapat merugikan perusahaan domestik.
6. Penerapan
etika bisnis perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat
menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja.
Contohnya, perusahaan dianggap bertindak tidak etis apabila di dalam perusahaan
terjadi diskriminasi besaran gaji yang diakibatkan oleh diskriminasi rasial.
Perusahaan juga dianggap berlaku tidak etis apabila perusahaan tidak memberikan
kesempatan kemajuan karier yang sama kepada tenaga kerja yang ada di perusahaan
hanya karena terdapat perbedaan ras antara pekerja yang satu dengan pekerja
lainnya.
7. Perusahaan
perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah agar
perusahaan (yang diwakili para pimpinannya) tidak memperoleh sanksi hukum
karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis.
v Etika bisnis di Bidang Keuangan
(Financial Ethics).
Skandal keuangan yang berasal dari
pelaksanaan fungsi keuangan yang dijalankan secara tidak etis telah menimbulkan
berbagai kerugian bagi para investor. Pelanggaran etika bisnis dalam bidang
keuangan dapat terjadi misalnya melalui praktik window dressing
terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan mengajukan pinjaman ke bank.
Melalui praktik ini seolah-olah perusahaan memiliki rasio-rasio keuangan yang
sehat sehingga layak untuk mendapatkan kredit. Padahal sebenarnya kondisi
keuangan keuangan perusahaan tidak sesehat seperti yang dilaporkan dalam
laporan keuangan yang telah dipercantik. Contoh lain pelanggaran etika keuangan
misalnya melalui penggelembungan nilai agunan perusahaan, sehingga perusahaan
dapat memperoleh kredit melebihi nilai agunan kredit yang sesungguhnya.
Mempraktikkan bisnis dengan etiket
berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan
bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada
sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di
mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang
tulus dan terima kasih, tidak menyalah gunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas
tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain. Dengan
kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan
rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra
pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan
aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut
moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika
mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka
setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan,
kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak
etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita
sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan
toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak
tamak. Bahwa itu bukan bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin
diperlakukan.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana
saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak
perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan
hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan. Ketika
ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir, banyak pendatang
baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak juga pengusaha yang
sangat ekspansif di luar kemampuan. Mereka berlomba membangun usaha
konglomerasi yang keluar dari bisnis intinya tanpa disertai manajemen
organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat ekonomi sulit banyak perusahaan yang
bangkrut. Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya
untuk menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat
curang untuk meraih kemenangan.
Hubungan yang tidak transparan dapat
menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi.
Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran, terutama dalam kinerja
keuangan perusahaan karena tidak lagi membudayakan etika bisnis agar orientasi
strategik yang dipilih semakin baik. Sementara itu hampir 61.9% dari 21
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap menyampaikan
laporan keuangannya. Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga
sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern
terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan
berdampak pula pada kinerja keuangannya. Hal ini terjadi akibat manajemen dan
karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan
norma-norma etis. Segala kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal
lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi.
Sebuah studi selama 2 tahun
yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari
Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche Bank,
Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah
lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning
per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam
mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi.
Di tahun 1999, jurnal
Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti
melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan
meningkatkan market value added sampai dua-tiga kali daripada perusahaan lain
yang tidak melakukan hal serupa.
Bukti lain, seperti riset
yang dilakukan oleh DePaul University di tahun 1997, menemukan bahwa perusahaan
yang merumuskan komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip
etika memiliki kinerja financial (berdasar penjualan tahunan/revenue) yang
lebih bagus dibandingkan perusahaan lain yang tidak melakukan
prinsip-prinsip etika .
v Etika Bisnis di Bidang Teknologi
Informasi (Information Technology Ethics)
Salah
satu area yang memiliki pertumbuhan masalah etika bisnis paling besar di era
1990-an sampai awal tahun 2000 adalah bidang teknologi informasi. Hal-hal yang
dapat memunculkan permasalahan etika dalam bidang ini meliputi: serangan
terhadap wilayah privasi seseorang, pengumpulan, penyimpanan, dan akses
terhadap informasi usaha terutama melalui transaksi e-commerce, perlindungan
hak cipta yang menyangkut pembuatan software, musik, dan hak kekayaan
intelektual.
Etika
bisnis dalam penggunaan Hak Milik Intelektual :
1.
Hak Cipta : Pencipta / penerima hak untuk mengumumkan ciptaannya.
2.
Hak Paten : Negara ; penemuan teknologi
3.
Hak Merek : Tanda , gambar, tulisan, pembeda barang & jasa.
C.
SARAN
Kegiatan bisnis pada hakekatnya merupakan simbol
kehidupan yang dinamis bagi manusia yang memfungsikan jiwa, akal pikiran dan
panca inderanya untuk mengantisipasi keberlangsungan keberadaan makhluk yang
berpikir didalam suatu suasana ruang waktu yang saling terkait. Dalam rangka menjalani
hidup yang penuh gelobang dan tantangan, terutama menjelang era globalisasi,
maka makhluk pelaku bisnis dan orang-orang yang terkait di tanah air yang
tercinta ini, kiranya memperhatikan saran-saran penulis di bawah ini. Sebagai
bahan pertimbangan untuk meniti karier dalam dunia bisnis pada umumya dan
khususnya dalam dunia bisnis industi perbankan:
1.
Setiap individu yang terlibat langsung dalam sutu kegiatan bisnis. Seharusnya
meyakini dirinya bahwa ia bersikap kritis-bijak yaitu adan landasan etika
bisnis yang selalu mewarnai setiap buah pikiran, sikap dan performansnya.
Seseorang bankir harus bisa membedakan posisi bank dengan perusahaan. Bangir
menghadapi dan pengelolah uang. Pendekatan oprasinya harus penuh dengan
kehati-hatian. Oleh karena itu persaingan dalam dunia perbankan, tidak hanya
pada moral dan asset dan harus besar, atau ROA (retur on eferage assets) dan
ROE (Return on Everage Equity) nya harus tumbuh membumbung, tetapi tidak kalah
pentingnya adalah bank dan bankir harus menyesuaikan etika perbankan sebagai
bankir. Oleh karena itu hendaknya mulai sekarang para pelaku bisnis berlatih
keras untuk meningkatkan kesadaran moral, tidak lagi bertindak dengan dasar
selera pribadi atau tindakan sekedar menyesuaikan hukum, melainkan landasan
tindakan itu demi kewajiban semata-mata. Walaupun itu memang diakui suatu
perjuangan yang pahit tetapi mulia. Bilamana sikap mentalitas imperatif
kategoris Immanuel Kant dapat diterapkan didalam dunia bisnis, maka pelanggaran
etika apalagi pelaggaran hukum dapat dikikis sedikit demi sedikit. Penyebab
utama adalah semakin mudah para birokrat “untuk main mata” untuk berbagai nikmat
dari hasil pelanggaran etika, ini dikarenakan kaburnya pengertian dan criteria,
yang mana etis dan tida etis, ukurannya sudah terlampau buram. Seseorang yang
memiliki kemauan moral, bila ia seorang bawahan maka ia berani memberi
pertimbangan “kalau perlu menolak dan bahka berhenti”, bila hal yang
bertentangan dengan kode etik perbankan masih saja digelindingkan oleh
pimpinannya. Seperti halnya disuruh membuat promosi ikhwal pelayanan bank dan
tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, atau penyinggung bank lain.
2.
Perlunya pembinaan terhadap calon pebisnis dan para bankir maupun yang akan
memasukkan dunia perbankan tentang pemikiran yang yang menyeluruh. Peningkaan
cara berfikir makro sebelum mikro. Banyak hambatan bahkan merusak pembangunan
nasional dan merugikan bank nasional, tidak hanya bertentangan dengan moral
pancasila, khususnya dengan sila ke lima, ke adilan social. Karena
individu-individu yang mementingkan diri sendiri dengan memperkaya diri atas
beban bank. Sebagaimana kita ketahui bahwa bank ialah suatu usaha jasa, yang
modal utamanya terdiri dari kepercayaan. Oleh karena itu, yang harus melekat
pada setiap keputusan dan langkah adalah “kepentingan masyarakat di atas
kepentingan pribadi”. Seorang bankir tidak mudah terpengaruh oleh paham yang
serba materi. Yang mana pertimbangan materialistis selalu menjadi penggerak
keputusannya. Kongkritnya adalah janganlah menjadi bankir yang materialistis
sehingga mudah berpindah dari suatu bank ke bank yang lain, yang dampaknya
sangat mengganggu dunia perbankan karena akan menciptakan kemudahan budaya
“bajak membajak bankir”.
3.
Perlu ditumbuh kembangkan keterbukaan
dan budaya malu. Harus ada terobosan yang dapat ditempuh. Keterbukaan bank
sangat dibutuhkan untuk membuka sesuai batas yang ada, namun sudah mampu
menjadi bahan potensi untuk memaklumkan debitur nakal, sebab kalau tidak,
keadaan bank tidak sehat akan begini terus. Ada kredit macet perlu diekspos,
tidak perlu ditutupi. Sehingga biamana dibiarkan demikian, maka suatu waktu bank
itu Go Public, dapat duit bursa. Kemudian duit masyarakat inilah yang digunakan
untuk menutupi kerugian yang disebabkan debitur yang punya kredit macet tadi.
4.
Pada dasarnya makhluk pebisnis tetaplah manusia bukan malaikat. Sehingga tidak
lepas dari kebutuhan manusia yang meruang dan mewaktu. Ia memiliki
pemahaman-pemahaman etika dan moral bahkan semua aturan yang terkandung di
dalam butir-butir keramat sila-sila Pancasila di luar menyuap untuk menunjang
kelanjutan hidupnya terancam bahkan ada gejala macet dalam kelanjutan
kehidupannya maka dalam keadaan tersebut mereka mudah sekali keluar dari sistem
yang legal untuk menabrakrambu-rambu kesopanan, bahkan meningkat ke pelanggaran
hukum. Oleh karena itu sangat diperiori-taskan untuk meningkatkan kesejahteraan
bagi karyawan, pegawai negeri, atau birokrat yang sangat banyak pera nannya
dalam hal urusan dunia perbankan maupun dunia ekonomi lainnya.
5.
Melihat sosok manusia beseta perilaku seharianya tidaklah selalu gambaran yang
sebenarnya.karna memang manusia itu sendiri adalah mahluk misteri.Kadang dikira
sabar,taat,saleh ternyata pembobol bank atau koboi bank.Demikian pula
sebaliknya,nampaknya nakal,seram tidak mudah senyum, namun sangat jujur dan
mudah dipercaya.Ada benarnya pepata yang mengatakan”Dalamnya laut dapat diukur
tetapi hati orang sukar ditebak”. Yang tahu hanyalah dirinya dan Tuhan Pencipta
alam semesta ini.
6.
Dalam hal memperbaiki kondisi seseorang terutama menunjang untuk menjadi
manusia pengelola usaha, pebisnis yang mental pancasilais dan profesional namun
tetap harus ada perangkat perangkat untuk mengawasi seseorang.Seperti halnya
para pengawas; ;disini sangat diharap Dewan komisaris,jangan kelompok ini
justru dibayar murah,datang seenaknya, tidak ada ruang atau sekedar pajangan
person saja, bahkan lebih para lagi bila mana dewan pengawas atau dewan
komisaris tidak memahami seluk beluk dunia perbankan.
7.
Perlu penambahan Dewan audit karna ini juga berfungsi sebagai dewan pengawas
juga pengawas dengan sistm yang bersifat stuktural yakni unit pengawasan
intern. Kiranya juga sudah saatnya ditinjau lebih gigih lagi tenteng masih
suburnya pengaruh nepotisme dalam dunia perbankan yang pada hakikatnya membuat
lemah sistim pengawasan.
8.
Adalah: Penegakan hukum. Bahwa etika bisnis tidak meiliki bobot potensi
sanksi.Namun yang ada hanyalah sekedar panggilan hati nurani justru sebenarnya
bilamana hati nurani yang mengutuk dan mengukum maka terasa lebih membekas dan
membuat orang yang tidak menaati peradilan moral itu tidak dipercayai oleh
diriny sendiri. Inilah hukum yang menurut penulis yang sangat sadis bila mana
seseorang tidak dipercayai oleh dirinya sendiri. Inilah hukum yang menurut
penulis yang sangat sadis bila mana seseorang tidak dipercayai oleh dirinya
sendiri. Oleh karna itu, pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat yang
melembaga secara bertahap dan sistimatis mengadakan pembinaan mental bangsa
yang akan menjadi asset pembangunan diberbagai bidang. Walaupun pada prinsipnya
bangsa Indonesia telah kaya akan nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebagai
dasar materi pembinaan, namun tidaklah salah bilamana juga membuka diri dan
wawasan dari nilai-nilai yang datangnya dari luar seperti halnya nilai-nilai
yang ada di dalam ajaran Immanuel Kant tentang imperatif kategoris.
9.
Sebenarnya dengan amat berat kesepakatan suatu masyarakat untuk menciptakan
suatu aturan bersama yang harus ditaati oleh warga dan penguasanya. Sebab,
aturan tersebut, memiliki bobot sanksi bagi pelanggarnya dengan tidak pandang
bulu.
10.
Kode etik adalah “seperangkat nilai yang bias mengefektifkan peraturan antara
karyawan dan atasan” pada akhirnya sanksi-sanksi menyangkut pelanggaran kode
etik tersebut, harus dikembalikan pada masing-masing bank.
11.
Hukum memiliki ciri khas yang tegas dan tidak hanya membiarkan sesuatu kerusakan,
kejahatan atau pelanggaran rambu-rambu kiri dan kanan tanpa ada sanksinya. Oleh
karena itu, pemerintah tidak hanya perlu political will, namun yang perlu
adalah commitmen will.
12.
Moralitas yang mengarah ke korupsi karna tidak malu menyalahgunakan wewenang.
Sebenarnya pejabat tidak perlu melakukan korupsi karena telah memiliki modal
dasar, yaitu sumpah jabatan. Dasar moral juga harus memiliki pimpinan informal
atau pimpinan agama, sehingga dasar moral ini harus selalu ditumbuhkan.
13.
Perlu disamak keputusan organisasi kerjasama ekonomi pembangunan [organization
for economic cooperation and development-oecd ]yang telah menyetujui
diberlakukanya undang-undang anti penyuapan (bibery). Berdasarkan undang-undang
itu sertiap perusahaan multi nasional yang terbukti melakukan penyuapan atau
kolusi untuk menda-patkan sebuah proyek dapat diajukan ke pengadilan .
14. Sebernarnya
di Indonesia soal pemberantasan korupsi cukup memadai. Peraturan itu kita
jadikan base,tetapi yang penting adalah penegak hukum. Dalam hal
emforcement,jaksa harus menindak koruptor,polisi juga dilibatkan,pers diberi
kebebasan.Pokoknya berbagai bidang atau total foot ball, semua harus disentuh.
Juga tidak cukup budaya malu, tetapi juga harus ditumbuhkan budaya bersalah.
Keter-bukaan dan usaha menghindari kolusi, korupsi maupun nepotisme akan sangat
membantu tumbuhnya perbaikan dunia bisnis terutama dunia perbankan. Usaha
tersebut merupakan salah satu inti perjuangan daripada apa yang disebut
“reformasi total”.
Referensi:
Sumber:
Pengantar Manajemen, Ismail Solihin, Penerbit Erlangga, 2011 pic: forum.belmont.edu