Sunday, December 1, 2013

ETIKA BISNIS

Peranan Etika Bisnis Dalam Bidang Pemasaran, Keuangan dan Teknologi Di Era Globalisasi

Perkembangan jaman yang semakin maju menjadikan  laju pertumbuhan perekonomian dunia  semakin cepat dan dengan diberlakukannya  sistem perdagangan bebas membuat batas kita dan batas dunia  semakin "kabur" (borderless world). Hal ini jelas mendorong semua kegiatan saling berpacu satu dengan yang lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) yang dapat menghasilkan keuntungan (profit). Hal tersebut kadang kala  memaksa orang atau institusi  untuk menghalalkan segala cara tanpa mengindahkan bahwa akan ada pihak yang dirugikan .
Perusahaan tidak saja telah menjadi institusi ekonomi yang kian penting dan strategis, tetapi juga telah menjadi suatu kekuatan besar untuk perubahan sosial. Perusahaan  telah menjadi alat yang dominan untuk mentransformasikan iptek menjadi barang dan jasa  yang berdaya guna secara ekonomis dan  dalam perjalanan selanjutnya telah membuat terjadinya suatu  perubahan sosial yang sangat luar biasa .Pada saat yang bersamaan harapan masyarakat terhadap peran perusahaan kian meluas , Fremon E. Kast menggambarkan dengan tiga lingkaran konsentrik tanggung jawab, yaitu :
1.      lingkaran dalam yang meliputi tanggung jawab dasar, yakni fungsi ekonomi   berbasis
efisiensi.
2.      lingkaran tengah yang   mencakup tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi dengan kesadaran yang lebih dalam terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial yang dinamis, seperti upaya pelestarian lingkungan, memanusiakan tempat kerja, memperlakukan pelanggan sebaik mungkin.
3.      lingkaran luar yang menggambarkan tanggung jawab baru, yakni kepedulian yang lebih dalam terhadap peningkatan kualitas lingkungan sosial, seperti peduli terhadap pengangguran, kemiskinan, dan penderitaan anggota masyarakat.



A.       Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinterkasi dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Etika bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).  Etika bisnis dapat diartikan  lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan bisa  merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan transaksi dan kegiatan yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Tidak dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat sehingga akan kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis. Misalnya diskriminsi dalam sistem jenjang karier.
Sikap Bisnis Ditunjukan Dalam Hal
- Intergrity       : Bertindak jujur & benar
- Manner          : Tidak Egois
- Personality    : Kepribadian
- Aparance       : Penampilan
-Consideration : Memahami sudut pandang lain dalam berfikir selama berbicara.
Faktor-faktor yang Mendorong Timbulnya Masalah Etika Bisnis
1. Mengejar keuntungan dan kepentingan pribadi 
2. Tekanan persaingan terhadap laba perusahaan
3. Pertentangan antara nilai-nilai perusahaan dengan perorangan
d)Selalu berpedoman pada prinsip2 kejujuran.
e) Tidak mengecewakan konsumen.
B.     Etika Bisnis pada Berbagai Fungsi Perusahaan
Permasalahan etika bisnis yang terjadi di perusahaan bervariasi antara fungsi perusahaan yang satu dan fungsi perusahaan lainnya. Hal ini terjadi karena operasi perusahaan sangat terspesialisasi dalam berbagai bidang profesi, sehingga setiap fungsi perusahaan cenderung memiliki masalah etika tersendiri. Berikut ini akan dibahas berbagai permasalahan etika bisnis yang terjadi di beberapa bidang fungsi perusahaan, yaitu: etika bisnis di bidang pemasaran (marketing ethics), keuangan (finance ethics), dan teknologi informasi (information technology ethics).
v  Etika Bisnis Dibidang Pemasaran
Dalam setiap produk harus dilakukan promosi untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa agar mudah dan cepat dikenali oleh masyarakat dengan harapan kenaikan pada tingkat pemasarannya.
Promosi sangat diperlukan untuk dapat membuat barang yang produksi menjadi diketahui oleh publik dalam berpromosi diperlukan etika-etika yang mengatur bagaimana cara berpromosi yang baik dan benar serta tidak melanggar peraturan yang berlaku, etika ini juga diperlukan agar dalam berpromosi tidak ada pihak-pihak yang dirugikan oleh tekhnik promosi.
Cara - Cara Melakukan Promosi Dengan Etika Bisnis dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengendalian Diri Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility) Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3. Mempertahankan Jati Diri Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan" Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan Negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakatan Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.
Menurut Post et.al., (2002; 104) setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan untuk menjalankan bisnisnya secara etis.
1.         Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis. Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritik, bahkan hukuman. Sebagai contoh, Kongres Amerika Serikat memberlakukan Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act, atau yang dikenal dengan Sarbane-Oxley (Baron, 2006: 678-679), setelah Kongres menemukan berbagai kelemahan tata kelola perusahaan yang terjadi di Enron dan Worldcom. Manipulasi keuangan yang dilakukan oleh Enron, tidak terlepas dari peran oknum-oknum Arthur Andersen yang bersama-sama dengan CEO Perusahaan Enron secara sengaja menyembunyikan fakta-fakta keuangan.
Belajar dari kasus ini, kongres menerapkan Sarbanes Oxley Act di mana undang-undang baru ini menutupi berbagai celah hukum, misalnya dengan melarang akuntan publik yang sedang mengaudit perusahaan melaksanakan kegiatan konsultasi bagi perusahaan yang sama. Undang-undang juga menetapkan berdirinya sebuah lembaga independen yang diberi nama Public Company Accounting Oversight Board yang mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan akuntan.
2.     Penerapan etika bisnis mencegah agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan stakeholders lainnya. Sebagai contoh, Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah secara tidak profesional yang dilakukan oleh PD Kebersihan Kota Bandung di wilayah Leuwi Gajah Kabupaten Bandung telah mengakibatkan bencana longsornya sampah dengan volume sekitar 20juta meter kubik yang menimpa perumahan penduduk di sekitarnya sehingga 112 orang meninggal dunia dan kerugian material masyarakat sekitar tempat pembuangan sampah diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
3.     Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan DePaul University (Post et.al., 2002: 105) menunjukkan bahwa “terdapat hubungan statistik yang signifikan antara pengendalian perusahaan yang menekankan pada penerapan etika dan perilaku bertanggung jawab di satu sisi dengan kinerja keuangan yang baik di sisi lain”. Dalam kasus lain, penerapan etika bisnis di perusahaan terhadap para manajer dan karyawan perusahaan berupa larangan minum alkohol bagi para pegawai, telah menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan produktivitas kerja.
4.     Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan hubungan bisnis. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat hubungan bisnis terhadap pihak lainnya. Sebaliknya apabila salah satu pihak tidak dapat dipercaya, maka pihak yang tidak dapat dipercaya ini akan diabaikan oleh mitra bisnisnya bahkan oleh komunitas bisnis secara umum.
5.     Penerapan etika bisnis agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. Sebagai contoh, kejahatan pencurian uang perusahaan yang dilakukan pemilik dan pimpinan perusahaan merupakan faktor penyebab utama kebangkrutan perusahaan dibanding faktor-faktor lainnya. Demikian pula kegiatan damping yang dilakukan pesaing luar negeri merupakan perilaku tidak etis yang dapat merugikan perusahaan domestik.
6.     Penerapan etika bisnis perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja. Contohnya, perusahaan dianggap bertindak tidak etis apabila di dalam perusahaan terjadi diskriminasi besaran gaji yang diakibatkan oleh diskriminasi rasial. Perusahaan juga dianggap berlaku tidak etis apabila perusahaan tidak memberikan kesempatan kemajuan karier yang sama kepada tenaga kerja yang ada di perusahaan hanya karena terdapat perbedaan ras antara pekerja yang satu dengan pekerja lainnya.
7.     Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah agar perusahaan (yang diwakili para pimpinannya) tidak memperoleh sanksi hukum karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis.
v  Etika bisnis di Bidang Keuangan (Financial Ethics).
Skandal keuangan yang berasal dari pelaksanaan fungsi keuangan yang dijalankan secara tidak etis telah menimbulkan berbagai kerugian bagi para investor. Pelanggaran etika bisnis dalam bidang keuangan dapat terjadi misalnya melalui praktik window dressing terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan mengajukan pinjaman ke bank. Melalui praktik ini seolah-olah perusahaan memiliki rasio-rasio keuangan yang sehat sehingga layak untuk mendapatkan kredit. Padahal sebenarnya kondisi keuangan keuangan perusahaan tidak sesehat seperti yang dilaporkan dalam laporan keuangan yang telah dipercantik. Contoh lain pelanggaran etika keuangan misalnya melalui penggelembungan nilai agunan perusahaan, sehingga perusahaan dapat memperoleh kredit melebihi nilai agunan kredit yang sesungguhnya.
Mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalah gunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain. Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak. Bahwa itu bukan bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan. Ketika ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir, banyak pendatang baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak juga pengusaha yang sangat ekspansif di luar kemampuan. Mereka berlomba membangun usaha konglomerasi yang keluar dari bisnis intinya tanpa disertai manajemen organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat ekonomi sulit banyak perusahaan yang bangkrut. Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan.
Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi. Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran, terutama dalam kinerja keuangan perusahaan karena tidak lagi membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Sementara itu hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap menyampaikan laporan keuangannya. Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya. Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Segala kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi.
Sebuah studi selama 2 tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi.
Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai dua-tiga kali daripada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa.
Bukti lain, seperti riset yang dilakukan oleh DePaul University di tahun 1997, menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja financial (berdasar penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dibandingkan perusahaan lain yang  tidak  melakukan prinsip-prinsip etika .
v  Etika Bisnis di Bidang Teknologi Informasi (Information Technology Ethics)
Salah satu area yang memiliki pertumbuhan masalah etika bisnis paling besar di era 1990-an sampai awal tahun 2000 adalah bidang teknologi informasi. Hal-hal yang dapat memunculkan permasalahan etika dalam bidang ini meliputi: serangan terhadap wilayah privasi seseorang, pengumpulan, penyimpanan, dan akses terhadap informasi usaha terutama melalui transaksi e-commerce, perlindungan hak cipta yang menyangkut pembuatan software, musik, dan hak kekayaan intelektual.
Etika bisnis dalam penggunaan Hak Milik Intelektual :
1. Hak Cipta : Pencipta / penerima hak untuk mengumumkan ciptaannya.
2. Hak Paten : Negara ; penemuan teknologi
3. Hak Merek : Tanda , gambar, tulisan, pembeda barang & jasa.
C.    SARAN
Kegiatan bisnis pada hakekatnya merupakan simbol kehidupan yang dinamis bagi manusia yang memfungsikan jiwa, akal pikiran dan panca inderanya untuk mengantisipasi keberlangsungan keberadaan makhluk yang berpikir didalam suatu suasana ruang waktu yang saling terkait. Dalam rangka menjalani hidup yang penuh gelobang dan tantangan, terutama menjelang era globalisasi, maka makhluk pelaku bisnis dan orang-orang yang terkait di tanah air yang tercinta ini, kiranya memperhatikan saran-saran penulis di bawah ini. Sebagai bahan pertimbangan untuk meniti karier dalam dunia bisnis pada umumya dan khususnya dalam dunia bisnis industi perbankan:
1. Setiap individu yang terlibat langsung dalam sutu kegiatan bisnis. Seharusnya meyakini dirinya bahwa ia bersikap kritis-bijak yaitu adan landasan etika bisnis yang selalu mewarnai setiap buah pikiran, sikap dan performansnya.
Seseorang bankir harus bisa membedakan posisi bank dengan perusahaan. Bangir menghadapi dan pengelolah uang. Pendekatan oprasinya harus penuh dengan kehati-hatian. Oleh karena itu persaingan dalam dunia perbankan, tidak hanya pada moral dan asset dan harus besar, atau ROA (retur on eferage assets) dan ROE (Return on Everage Equity) nya harus tumbuh membumbung, tetapi tidak kalah pentingnya adalah bank dan bankir harus menyesuaikan etika perbankan sebagai bankir. Oleh karena itu hendaknya mulai sekarang para pelaku bisnis berlatih keras untuk meningkatkan kesadaran moral, tidak lagi bertindak dengan dasar selera pribadi atau tindakan sekedar menyesuaikan hukum, melainkan landasan tindakan itu demi kewajiban semata-mata. Walaupun itu memang diakui suatu perjuangan yang pahit tetapi mulia. Bilamana sikap mentalitas imperatif kategoris Immanuel Kant dapat diterapkan didalam dunia bisnis, maka pelanggaran etika apalagi pelaggaran hukum dapat dikikis sedikit demi sedikit. Penyebab utama adalah semakin mudah para birokrat “untuk main mata” untuk berbagai nikmat dari hasil pelanggaran etika, ini dikarenakan kaburnya pengertian dan criteria, yang mana etis dan tida etis, ukurannya sudah terlampau buram. Seseorang yang memiliki kemauan moral, bila ia seorang bawahan maka ia berani memberi pertimbangan “kalau perlu menolak dan bahka berhenti”, bila hal yang bertentangan dengan kode etik perbankan masih saja digelindingkan oleh pimpinannya. Seperti halnya disuruh membuat promosi ikhwal pelayanan bank dan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, atau penyinggung bank lain.
2. Perlunya pembinaan terhadap calon pebisnis dan para bankir maupun yang akan memasukkan dunia perbankan tentang pemikiran yang yang menyeluruh. Peningkaan cara berfikir makro sebelum mikro. Banyak hambatan bahkan merusak pembangunan nasional dan merugikan bank nasional, tidak hanya bertentangan dengan moral pancasila, khususnya dengan sila ke lima, ke adilan social. Karena individu-individu yang mementingkan diri sendiri dengan memperkaya diri atas beban bank. Sebagaimana kita ketahui bahwa bank ialah suatu usaha jasa, yang modal utamanya terdiri dari kepercayaan. Oleh karena itu, yang harus melekat pada setiap keputusan dan langkah adalah “kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi”. Seorang bankir tidak mudah terpengaruh oleh paham yang serba materi. Yang mana pertimbangan materialistis selalu menjadi penggerak keputusannya. Kongkritnya adalah janganlah menjadi bankir yang materialistis sehingga mudah berpindah dari suatu bank ke bank yang lain, yang dampaknya sangat mengganggu dunia perbankan karena akan menciptakan kemudahan budaya “bajak membajak bankir”.
3.  Perlu ditumbuh kembangkan keterbukaan dan budaya malu. Harus ada terobosan yang dapat ditempuh. Keterbukaan bank sangat dibutuhkan untuk membuka sesuai batas yang ada, namun sudah mampu menjadi bahan potensi untuk memaklumkan debitur nakal, sebab kalau tidak, keadaan bank tidak sehat akan begini terus. Ada kredit macet perlu diekspos, tidak perlu ditutupi. Sehingga biamana dibiarkan demikian, maka suatu waktu bank itu Go Public, dapat duit bursa. Kemudian duit masyarakat inilah yang digunakan untuk menutupi kerugian yang disebabkan debitur yang punya kredit macet tadi.
4. Pada dasarnya makhluk pebisnis tetaplah manusia bukan malaikat. Sehingga tidak lepas dari kebutuhan manusia yang meruang dan mewaktu. Ia memiliki pemahaman-pemahaman etika dan moral bahkan semua aturan yang terkandung di dalam butir-butir keramat sila-sila Pancasila di luar menyuap untuk menunjang kelanjutan hidupnya terancam bahkan ada gejala macet dalam kelanjutan kehidupannya maka dalam keadaan tersebut mereka mudah sekali keluar dari sistem yang legal untuk menabrakrambu-rambu kesopanan, bahkan meningkat ke pelanggaran hukum. Oleh karena itu sangat diperiori-taskan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi karyawan, pegawai negeri, atau birokrat yang sangat banyak pera nannya dalam hal urusan dunia perbankan maupun dunia ekonomi lainnya.
5. Melihat sosok manusia beseta perilaku seharianya tidaklah selalu gambaran yang sebenarnya.karna memang manusia itu sendiri adalah mahluk misteri.Kadang dikira sabar,taat,saleh ternyata pembobol bank atau koboi bank.Demikian pula sebaliknya,nampaknya nakal,seram tidak mudah senyum, namun sangat jujur dan mudah dipercaya.Ada benarnya pepata yang mengatakan”Dalamnya laut dapat diukur tetapi hati orang sukar ditebak”. Yang tahu hanyalah dirinya dan Tuhan Pencipta alam semesta ini.
6. Dalam hal memperbaiki kondisi seseorang terutama menunjang untuk menjadi manusia pengelola usaha, pebisnis yang mental pancasilais dan profesional namun tetap harus ada perangkat perangkat untuk mengawasi seseorang.Seperti halnya para pengawas; ;disini sangat diharap Dewan komisaris,jangan kelompok ini justru dibayar murah,datang seenaknya, tidak ada ruang atau sekedar pajangan person saja, bahkan lebih para lagi bila mana dewan pengawas atau dewan komisaris tidak memahami seluk beluk dunia perbankan.
7. Perlu penambahan Dewan audit karna ini juga berfungsi sebagai dewan pengawas juga pengawas dengan sistm yang bersifat stuktural yakni unit pengawasan intern. Kiranya juga sudah saatnya ditinjau lebih gigih lagi tenteng masih suburnya pengaruh nepotisme dalam dunia perbankan yang pada hakikatnya membuat lemah sistim pengawasan.
8. Adalah: Penegakan hukum. Bahwa etika bisnis tidak meiliki bobot potensi sanksi.Namun yang ada hanyalah sekedar panggilan hati nurani justru sebenarnya bilamana hati nurani yang mengutuk dan mengukum maka terasa lebih membekas dan membuat orang yang tidak menaati peradilan moral itu tidak dipercayai oleh diriny sendiri. Inilah hukum yang menurut penulis yang sangat sadis bila mana seseorang tidak dipercayai oleh dirinya sendiri. Inilah hukum yang menurut penulis yang sangat sadis bila mana seseorang tidak dipercayai oleh dirinya sendiri. Oleh karna itu, pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat yang melembaga secara bertahap dan sistimatis mengadakan pembinaan mental bangsa yang akan menjadi asset pembangunan diberbagai bidang. Walaupun pada prinsipnya bangsa Indonesia telah kaya akan nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebagai dasar materi pembinaan, namun tidaklah salah bilamana juga membuka diri dan wawasan dari nilai-nilai yang datangnya dari luar seperti halnya nilai-nilai yang ada di dalam ajaran Immanuel Kant tentang imperatif kategoris.
9. Sebenarnya dengan amat berat kesepakatan suatu masyarakat untuk menciptakan suatu aturan bersama yang harus ditaati oleh warga dan penguasanya. Sebab, aturan tersebut, memiliki bobot sanksi bagi pelanggarnya dengan tidak pandang bulu.
10. Kode etik adalah “seperangkat nilai yang bias mengefektifkan peraturan antara karyawan dan atasan” pada akhirnya sanksi-sanksi menyangkut pelanggaran kode etik tersebut, harus dikembalikan pada masing-masing bank.
11. Hukum memiliki ciri khas yang tegas dan tidak hanya membiarkan sesuatu kerusakan, kejahatan atau pelanggaran rambu-rambu kiri dan kanan tanpa ada sanksinya. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya perlu political will, namun yang perlu adalah commitmen will.
12. Moralitas yang mengarah ke korupsi karna tidak malu menyalahgunakan wewenang. Sebenarnya pejabat tidak perlu melakukan korupsi karena telah memiliki modal dasar, yaitu sumpah jabatan. Dasar moral juga harus memiliki pimpinan informal atau pimpinan agama, sehingga dasar moral ini harus selalu ditumbuhkan.
13. Perlu disamak keputusan organisasi kerjasama ekonomi pembangunan [organization for economic cooperation and development-oecd ]yang telah menyetujui diberlakukanya undang-undang anti penyuapan (bibery). Berdasarkan undang-undang itu sertiap perusahaan multi nasional yang terbukti melakukan penyuapan atau kolusi untuk menda-patkan sebuah proyek dapat diajukan ke pengadilan .
14. Sebernarnya di Indonesia soal pemberantasan korupsi cukup memadai. Peraturan itu kita jadikan base,tetapi yang penting adalah penegak hukum. Dalam hal emforcement,jaksa harus menindak koruptor,polisi juga dilibatkan,pers diberi kebebasan.Pokoknya berbagai bidang atau total foot ball, semua harus disentuh. Juga tidak cukup budaya malu, tetapi juga harus ditumbuhkan budaya bersalah. Keter-bukaan dan usaha menghindari kolusi, korupsi maupun nepotisme akan sangat membantu tumbuhnya perbaikan dunia bisnis terutama dunia perbankan. Usaha tersebut merupakan salah satu inti perjuangan daripada apa yang disebut “reformasi total”.
Referensi:
Sumber: Pengantar Manajemen, Ismail Solihin, Penerbit Erlangga, 2011 pic: forum.belmont.edu